FIKIH SMP/IX Semester 1 BAB 2
Bab 2
Praktik Muamalah
Jual
Beli, Qiraḍ dan Riba
A. Kompetensi Inti
1.
Menghargai
dan menghayati ajaran agama yang dianutnya
2.
Menghargai
dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi,
gotong royong), santun, percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
3.
Memahami
dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual dan prosedural) berdasarkan
rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya terkait
fenomena dan kejadian tampak mata.
4.
Mengolah
menyaji dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, megurai, merangkai, memodifikasi dan membuat dan
ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar
dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang
sama dalam sudut pandang/teori.
B. Kompetensi Dasar
1.3 Menghayati ketentuan jual
beli dan qiraḍ
1.4 Menyadari manfaat dan hikmah
larangan riba dalam jual beli
2.3 Membiasakan sikap jujur
sebagai implementasi dari pemahaman ketentuan jual beli dan qiraḍ
2.4 Membiasakan sikap tanggung
jawab sebagai implementasi dari pemahaman riba
3.3 Memahami ketentuan jual
belidan qiraḍ
3.4 Menganalisis larangan riba
4.3 Mempraktikkan pelaksanaan
jual beli dan qiraḍ
4.4 Mensimulasikan tata cara
menghindari riba
A. JUAL BELI
Praktik jual beli sudah dilakukan sejak manusia ada hanya saja caranya
yang berbeda-beda. Jaman dahulu Praktik jual beli dengan tukar-menukar
barang/barter, kemudian jual beli berkembang dengan menggunakan alat tukar berupa
uang. Dalam perkembanganya terdapat transaksi jual beli yang tidak menggunakan
uang secara nyata tetapi menggunakan berbagai alat sebagai pengganti uang,
seperti kartu kredit, ATM dll.
1.
Pengertian Jual Beli (Bai’)
Arti jual beli secara bahasa adalah menukar
sesuatau dengan sesuatu. Jual beli menurut syara’
adalah akad tukar menukar harta dengan harta yang lain melalui tata cara yang
telah ditentukan oleh hukum Islam. Yang dimaksud kata “harta” adalah terdiri
dari dua macam, Pertama; harta yang
berupa barang, misalnya buku, rumah, mobil, dll. Kedua harta yang berupa
manfaat (jasa), misalnya pulsa telephone, pulsa listrik dll.
2.
Hukum Jual Beli
Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkanberdasarkan Al-Qur’an, Hadist Nabi, dan Ijma’ Yakni :
1. Al Qur’an
Yang mana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa : 29
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (QS. An-Nisa : 29).
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah : 275).
2. Sunnah
Nabi, yang mengatakan:” Suatu ketika Nabi SAW, ditanya tentang mata pencarian yang paling baik. Beliau menjawab, ’Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Bajjar, Hakim yang menyahihkannya dari Rifa’ah Ibn Rafi’). Maksud mabrur dalam hadist adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.
3. Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. Mengacu kepada ayat-ayat Al Qur’an dan hadist, hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli itubisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, dan makruh.
Syarat dan Rukun Jual Beli
a. Syarat jual beli
Syarat adalah hal-hal yang harus ada atau dipenuhi sebelum transaksi
jual beli 1). Syarat Penjual dan Pembeli atau pihak yang bertransaksi (akid) adalah
a) Baligh
b)
Berakal
c) Ruṣdu (memiliki kemampuan untuk bisa
melaksanakan urusan agama dan mengelola keuangan dengan baik)
d) Suka
sama suka, yakni atas kehendak sendiri, tanpa ada paksaan dari orang lain :
Rasulullah
| ||||||||
ِ
|
“Nabi Muhammad Saw. bersabda sesungguhnya jual
beli itu sah, apabila dilakukan atas dasar suka sama suka” (HR. Ibnu
Hibban dan Ibnu Majjah)
2).
Syarat Barang yang diperjualbelikan atau Objek jual beli (Ma’qud alaih)
a) Suci
b) Bermanfaat
c) Dalam kekuasaaan penjual dan pembeli
d) Dapat diserah terimakan
e) Barangnya, kadar dan sifat harus diketahui oleh
penjual dan pembeli
3).
Syarat ucapan serah terima (ijab dan
kabul)
Ijab kabul dapat dilakukan dengan kata-kata penyerahan dan penerimaan
atau dapat juga berbentuk tulisan seperti faktur, kuitansi atau nota dan lain
sebagainya.
Ijab adalah ucapan penjual kepada pembeli sedangkan kabul adalah ucapan
penerimaan dari pembeli. Praktik ijab kabul pada saat ini dapat juga dilakukan
dengan bentuk tulisan, seperti menggunakan kuitansi, faktur dan lain
sebagainya.
4).
Syarat alat transaksi jual beli
Alat transaksi jual beli haruslah alat yang
bernilai dan diakui secara umum penggunannya.
b. Rukun Jual Beli
Rukun adalah hal-hal yang harus ada dan terpenuhi dalam pelaksanaan
transaksi jual beli Rukun jual beli ada 3
1). Aqid (pihak yang bertransaksi)
2). Ma’qud alaih mencakup barang yang dijual
dan harganya
3). Sighat ijab kabul (ucapan
serah terima dari penjual dan pembeli)
4). Ijab dari pihak penjual, kabul dari pihak pembeli
Sebagaimana
yang diterangkan dalam kitab Hasyiah al
Baijuri, juz I hal. 338
ةغيصو
هيلع دوقعمو دقاع: ةثلث عيبلا نكرا
Rukun jual beli ada tiga : Akid
(pihak yang bertransaksi), Ma’qud alaih (barang yang dijual belikan) dan ucapan
ijab kabul
B. QIRAD
Qiraḍ dalam perbankan Syari’ah
sering disebut dengan istilah muḍarabah, yakni bentuk pinjaman modal tanpa bunga dengan perjanjian bagi hasil. Modal 100% dari pemilik
dana/ Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dan pengelola usahanya adalah nasabah
(Peminjam).
Dari penjelasan di atas dapat di ambil
kesimpulan, bahwa Qiraḍ/ Muḍarabah adalah : Usaha
Bersama antara pemilik modal (Perseorangan atau LKS : BMT, BPR Syari’ah,
dll) dengan orang yang menjalankan usaha dengan system bagi hasil, dengan
syarat-syarat tertentu.
a. Rukun dan Syarat Qirad Buku Siswa Madrasah Tsanawiyah
a. Rukun dan Syarat Qirad Buku Siswa Madrasah Tsanawiyah
Rukun Qiraḍ ada 6 :
1). Malik
/ Pemilik modal
2). Amil
/ Pengelola
3). Mal /
Modal / dana
4). ‘Amal
/ usaha
5). Ribh
/ Laba / Keuntungan
6). Ṣigat ijab kabul / ucapan serah terima (akad)
b. Syarat Qiraḍ
1). Pemilik dan pengelola modal sudah dewasa dan sehat akal dan ada
kerelaan (tidak boleh ada paksaan ). Pengelola modal tidak boleh menyalahi
hukum
2). Modal
harus di ketahui jumlah dan jenisnya.
3). Kegiatan usaha pengelola dana (nasabah) tidak ada campur tangan
pemilik dana tapi berhak melakukan pengawasan.
4).
Pembagian keuntungan harus dinyatakan di awal dan di catat dalam perjanjian
(akad)
5). Akad Ijab kabul harus dinyatakan oleh kedua pihak untuk menunjukan
tujuan kerjasama, dan sebaiknya tertulis
Perjanjian Bagi Hasil
Keahlian
|
Usaha
|
Modal 100 %
|
||||||||||
Pengelola /
|
Pembagian
|
Pemilik Modal /
|
||||||||||
Nasabah
|
Keuntungan
|
LKS : BMT, BPRS, BUS
|
||||||||||
Nisbah P %
|
Nisbah PM %
|
|||||||||||
Modal
|
||||||||||||
Pengembalian
|
||||||||||||
Keterangan :
|
Modal pokok
|
Keterangan :
|
Modal pokok
|
||||||
Nisbah : bagi hasil (keuntungan)
|
|||||||
P
|
: Pengelola
|
||||||
PM
|
: Pemilik Modal
|
||||||
LKS
|
: Lembaga Keuangan Syari’ah
|
||||||
BMT
|
: Baitul Maal Wattamwil
|
||||||
BPRS
|
: Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah
|
||||||
BUS
|
: Bank Umum Syari’ah
|
C. RIBA
1.
Pengertian Riba
Riba menurut Bahasa artinya lebih atau bertambah.
Adapun Riba menurut Syara’ adalah tambahan pembayaran tanpa ada ganti atau
imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang mengadakan
transaksi.
Contoh transaksi riba:
Anik membutuhkan modal Rp 1.000.000 (Satu Juta Rupiah) untuk berjualan roti.
Anik meminjam uang sebagai modal berjualan roti kepada Yesi. Yesi bersedia
memberikan pinjaman kepada Anik Rp 1.000.000 (satu juta rupiah), asalkan si
Anik nantinya mengembalikan pinjamannya sejumlah Rp 1.500.000 (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah). Yesi tidak mau tahu apakah
usaha itu nantinya untung atau rugi.
Praktik transaksi yang dilakukan Anik dan Yesi
adalah riba, sebab (1) memberatkan Anik, karena harus mengembalikan pinjaman
Rp. 1.500.000 (tambah 50%). (2)
tambahan sebesar Rp 500.000,-itu atas kemauan sebelah pihak, yaitu Yesi selaku
pemberi pinjaman.
Contoh transaksi yang tidak mengandung riba:
Ahmad merintis peternakan ayam petelur. Modal yang
dibutuhkan Ahmad Rp 2.500.000 (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah). Selanjutnya
Ahmad meminjam BPR Syari’ah Meru. Dalam akad
perjanjian disepakati nisbah bagi hasil dari keuntungan 80 : 20 (80 % untuk pengelola dan 20 % untuk pemilik modal).
Setelah usaha berjalan, Ahmad mendapat keuntungan bersih sebesar Rp
200.000/bulan. Jadi dalam setahun Ahmad mendapat keuntungan Rp. 200.000 x 12
bulan = Rp 2.400.000,-. Berdasar kesepakan nisbah bagi hasil = 80 : 20 maka
didapatkan hasil sebagai berikut :
·
|
Pengelola (Ahmad ) memperoleh
|
:
|
80 % x Rp. 2.400.000
|
=
|
Rp.
1.920.000
|
|
·
|
Pemilik modal (BPRS Meru)
memperoleh
|
:
|
20 % x Rp. 2.400.000
|
=
|
Rp. 480.000
|
|
Jumlah
|
=
|
Rp.
2.400.000
|
Dari hasil perhitungan di atas maka Ahmad harus mengembalikan Rp
2.980.000 terdiri dari pinjaman pokok Rp 2.500.000 dan nisbah bagi hasil untuk
BPRS Meru Rp. 480.000.
Dari
cerita singkat di atas dapat diambil kesimpulan :
adalah haram. Kebanyakan riba terdapat dalam bahaya hutang dalam Islam, sehingga semakin menyengsarakan orang yang susah.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُون
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Ruum: 39)
Berikut
syarat-syarat jual beli agar tidak menjadi riba.
1. Menjual sesuatu yang sejenis ada tiga syarat,
yaitu:
a. Sama jumlah timbangan dan banyaknya
b. Dilakukan secara tunai
c. Akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan majelis
akad.
2. Menjual sesuatu yang berlainan jenis ada dua
syarat, yaitu:
a. Dilakukan secara tunai
b. Akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan majelis
akad.
4.
Hikmah diharamkannya riba
1. Terhindar dari sikap serakah atau tamak terhadap
harta yang bukan miliknya
2.
Mencegah
permusuhan dan menumbuhkan semangat kerja sama atau saling menolong sesama
manusia.
3. Mencegah munculnya mental pemboros yang tidak mau
bekerja keras dan penimbun harta di tangan satu pihak
3.
Menghindari
dari perbuatan aniaya karena memeras kaum yang lemah, karena riba merupakan
salah satu bentuk penjajahan atau perbudakan dimana satu pihak menindas pihak
yang lain.
4.
Mengarahkan
kaum muslimin mengembangkan hartanya dalam mata pencarian yang bebas dari unsur
penipuan
5.
Menjauhkan
orang muslim dari sesuatu yang menyebabkan kebinasaannya, karena orang yang
memakan riba adalah zalim, dan kelak akan binasa.
Oke teman teman jangan sampai kita seperti ini yaaaa
Komentar
Posting Komentar